Biografi
Erik H Erikson
Erik
Erikson dilahirkan pada 15 Juni 1902 di Danish dekat kota Frankfurt, Jerman.
Sejak lahir ia sudah tidak punya ayah karena orangtuanya telah berpisah
sehingga Erik dibesarkan oleh ibunya. Mereka pindah ke Karlsruhe lalu ibunya
menikah dengan dr. Homburger yang berkebangsaan Jerman, ayah kandung Erik
sendiri orang Denmark. Saat itu Erik berusia 3 th dan pada awal remaja ia
mengetahui bahwa nama sisipan diberikan karena Homburger adalah ayah tirinya.
Erik tidak dapat menyelesaikan sekolah dengan baik karena ketertarikannya pada
berbagai bidang khususnya seni dan pengetahuan bahkan ia sempat berpetualang
sebagai artis dan ahli pikir di Eropa tahun 1920-1927. Identitas religius
awalnya ialah Yudaisme sebagai warisan keluarga tetapi Erikson kemudian memilih
Kristen Lutheran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tahap perkembangan anak
Perkembangan
Anak Apa beda antara orang dewasa dengan anak-anak dalam
hal perkembangan jiwanya? Bedanya yang paling mendasar adalah ,untuk anak-anak
,perkembangan jiwanya ditentukan oleh pengaruh faktor eksternal diluar dirinya.
Seorang pakar psikologi, Eric erikson, menyimpulkan bahwa perkembangan
anak itu mengalami enam tahap dan setiap tahapnya menawarkan potensi kemajuan
dan potensi kemunduran.( Human Development;1978). Sebagian orang berpendapat
bahwa mengajar di Sekolah bukanlah pekerjaan yang sukar. Anggapan seperti
inilah yang sering menjadi penyebab kegagalan dalam mengajar. Karena disamping
persiapan mengajar yang matang, seorang Guru Sekolah dituntut untuk
memahami/memperhatikan perkembangan Psikologi Anak berdasarkan usianya dengan
Cara Mengetahui Tahap Perkembangan Anak. Hal ini akan berpengaruh pada
tehnik mengajar yang harus digunakan sesuai dengan perkembangan usia
mereka. Dari berbagai ahli yang menyusun tentang tingkat perkembangan anak
ini, maka dalam pembahasan inipun dibatasi sampai pada usia pra-remaja dengan
perkembangan normal.
B.
Cara
Mengetahui Tahap Perkembangan Anak
Kemudian
setelah itu kita ketahui Perkembangan
anak secara PSYCHO-SOSIAL, Menurut
ERICK ERICKSON perkembangan Psycho-sosial
atau perkembangan jiwa manusia yang dipengaruhi oleh masyarakat dibagi menjadi
beberapa tahapan:
1. Trust X Mistrust (usia 0-1 tahun)
Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri.
Fokus terletak pada Panca Indera, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukan.
1. Trust X Mistrust (usia 0-1 tahun)
Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri.
Fokus terletak pada Panca Indera, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukan.
2.
Otonomi/Mandiri X Malu/ Ragu-ragu (usia 2-3 tahun)
Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa ‘nakal’-nya. sebagai contoh langsung yang terlihat adalah mereka akan sering berlari-lari dimana pun dan kapanpun. Namun kenakalannya itu tidak bisa dicegah begitu saja, karena ini adalah tahap dimana anak sedang mengembangkan kemampuan motorik (fisik) dan mental (kognitif), sehingga yang diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untuk mengembangkan motorik dan mentalnya. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting di sekitarnya (Orang Tua – Guru Sekolah).
Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa ‘nakal’-nya. sebagai contoh langsung yang terlihat adalah mereka akan sering berlari-lari dimana pun dan kapanpun. Namun kenakalannya itu tidak bisa dicegah begitu saja, karena ini adalah tahap dimana anak sedang mengembangkan kemampuan motorik (fisik) dan mental (kognitif), sehingga yang diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untuk mengembangkan motorik dan mentalnya. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting di sekitarnya (Orang Tua – Guru Sekolah).
3.
Inisiatif X Rasa Bersalah (usia 4-5 tahun)
Dalam tahapan ini anak akan banyak bertanya dalam segala hal, sehingga berkesan cerewet. Mereka mengalami pengembangan inisiatif/ ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi. Mereka sudah lebih bisa dalam mendengarkan kisah- kisah dan tokoh- tokoh.
Dalam tahapan ini anak akan banyak bertanya dalam segala hal, sehingga berkesan cerewet. Mereka mengalami pengembangan inisiatif/ ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi. Mereka sudah lebih bisa dalam mendengarkan kisah- kisah dan tokoh- tokoh.
4.
Industri/ Rajin X Inferioriti (usia 6-11 tahun)
Anak usia ini sudah terbiasa mengerjakan tugas-tugas sekolah – termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian dari orang- orang penting disekitarnya.
Anak usia ini sudah terbiasa mengerjakan tugas-tugas sekolah – termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian dari orang- orang penting disekitarnya.
C. Biografi Singkat Erik H. Erikson (1902-1994)
Erik
Homburger Erikson adalah salah seorang toritisi ternama dalam bidang
perkembangan rentang-hidup, ia juga memiliki kontribusi yang banyak dalam
bidang psikologi terutama pada pengembangan anak dan krisis identitas.Ia lahir
di Franfrurt Jerman, pada tanggal 15 Juni 1902. Ayahnya bernama Danis, telah
meninggal dunia sebelum ia lahir. Hingga akhirnya pada saat remaja, ibunya
(yang seorang Yahudi) menikah lagi dengan psikiater yang bernama Dr. Theodor
Homberger.
Semasa
kecilnya, Erikson dikenal sebagai anak yang tidak pandai, ia tidak menyukai
pendidikan formal, sebaliknya ia lebih dikenal sebagai seseorang yang
menyukai pengembaraan. Bagaimanapun ia tetap menempuh pendidikan formal tetapi
gagal meneruskan program diplomanya. Tetapi perjalanan Erikson ke beberapa
negara dan perjumpaannya dengan beberapa penggiat ilmu menjadikannya seorang
ilmuwan sekaligus seniman yang diperhitungkan. Pertama, ia berjumpa dengan ahli
analisa jiwa dari Austria yaitu Anna Freud. Atas dorongan Anna Freud, ia mulai
mempelajari ilmu jiwa di Vienna Psychoanalytic Institute, kemudian ia
mengkhususkan diri dalam psikoanalisa anak. Akhirnya pada tahun 1960 ia
dianugerahi gelar profesor dari Universitas Harvard.
Setelah
menghabiskan waktu dalam perjalanan panjangnya di Eropa Pada tahun 1933 ia
kemudian berpindah ke USA dan kemudian ditawari untuk mengajar di Harvad
Medical School. Selain itu ia memiliki pratek mandiri tentang psiko analisis
anak. Terakhir, ia menjadi pengajar pada Universitas California di Berkeley,
Yale, San Francisco Psychoanalytic Institute, Austen Riggs Center, dan Center
for Advanced Studies of Behavioral Sciences.
Selama
periode ini Erikson menjadi tertarik akan pengaruh masyarakat dan kultur
terhadap perkembangan anak. Ia belajar dari kelompok anak-anak Amerika asli
untuk membantu merumuskan teori-teorinya. Berdasarkan studinya ini, membuka
peluang baginya untuk menghubungkan pertumbuhan kepribadian yang berkenaan
dengan orangtua dan nilai kemasyarakatan.
Buku
pertamanya adalah Childhood dan Society (1950), yang menjadi salah satu
buku klasik di dalam bidang ini. Saat ia melanjut pekerjaan klinisnya dengan
anak-anak muda, Erikson mengembangkan konsep krisis perasaan dan identitas
sebagai suatu konflik yang tak bisa diacuhkan pada masa remaja. Buku-buku
karyanya antara lain yaitu: Young Man Luther (1958), Insight and
Responsibility (1964), Identity (1968), Gandhi’s Truth
(1969): yang menang pada Pulitzer Prize and a National Book Award dan Vital
Involvement in Old Age (1986).
D. Teori Perkembangan Psikososial Erik H. Erikson
Istilah
“psikososial” dalam kaitannya dengan perkembangan manusia berarti bahwa
tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati dibentuk oleh
pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi
matang secara fisik dan psikologis. Perkembangan psikososial juga bisa
diartikan berhubungan dengan perubahan-perubahan perasaan atau emosi dan
kepribadian serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan dengan orang
lain.
Teori
perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik H. Erikson merupakan salah satu
teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund
Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia
menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia,
satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak
berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa
aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Erikson
dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan
pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa
pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan
oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian
atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan
kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya
ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering
meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu
pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan
dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian
yang diajukan oleh Freud.
Bagi
Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara
kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial.
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumsi mengenai
perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan
secara universal dalam kehidupan setiap manusia.
E.
Tahap-Tahap Perkembangan Psikososial Erik H. Erikson
Menurut
teori psikososial Erikson, perkembangan manusia dibedakan berdasarkan kualitas
ego dalam delapan tahap perkembangan. Empat tahap pertama terjadi pada masa
bayi dan masa kanak-kanak, tahap pertama pada masa adolesen, dan tiga terakhir
pada masa dewasa dan usia tua. Dari delapan tahap perkembangan tersebut,
Erikson lebih menekankan pada masa adolesen, karena masa tersebut merupakan
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Apa yang terjadi pada masa
ini, sangat penting artinya, bagi kepribadian dewasa. Berikut ini adalah
delapan tahap perkembangan psikososial Erikson:
·
Tahap
kepercayaan dan ketidakpercayaan (Trust vs Mistrust)
Tahap ini
terjadi selama tahun-tahun pertama kehidupan, yaitu usia kira-kira 0-1 tahun.
Pada tahap ini, bayi mengalami konflik antara percaya dan tidak percaya (Trust
vs Mistrust). Keadaan percaya “trust” menurut Erikson pada umumnya mengandung
tiga aspek yaitu :
A. Bahwa bayi belajar percaya pada
kesamaan dan kesinambungan dari pengasuh diluarnya
B. Bahwa bayi belajar percaya diri dan
dapat percaya pada kemampuan organ-organnya sendiri untuk menaggulangi
dorongan-dorongan
C. Bahwa bayi menganggap dirinya cukup
dapat dipercaya sehingga pengasuh tak perlu waspada dirugikan.
Menurut
Erikson, bukti pertama yang menunjukkan adanya kepercayaan sosial pada bayi
dapat terlihat ketika kebutuhan oralis bayi terpenuhi, misalnya kepuasan atau
kesenangannya dalam menikmati air susu, kepulasan tidur, dan kemudahan membuang
air besar. Erikson yakin bahwa bayi mempelajari rasa percaya apabila mereka
diasuh dengan cara yang konsisten dan hangat. Pada saat itu, hubungan bayi
dengan ibu sangatlah penting. Kalau ibu memberinya makan, membuatnya hangat,
memeluk dan mengajaknya bicara, maka bayi tersebut akan memperoleh kesan bahwa
lingkungannya dapat menerima kehadirannya secara hangat dan bersahabat. Inilah
yang menjadi landasan pertama bagi rasa percaya.
Sebaliknya
kalau ibu tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, maka dalam diri bayi akan timbul
rasa ketidakpercayaan kepada lingkungannya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi
menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak
percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat
asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi
situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
Pengalaman
akan adanya suatu pengaturan timbal balik antara peningkatan kemampuan bayi
untuk menerima cara-cara pengasuhan ibu, secara berangsur-angsur membantu anak
mengimbangi keadaan tidak senang yang disebabkan oleh ketidak matangan homeostatis
yaitu kecenderungan bagi organ-organ tubuh dan darah untuk mempertahankan diri
agar tetap konstan yang menyertai ia sejak lahir. Seiring dengan timbulnya rasa
senang dalam diri bayi, maka pada saat bangun ia berangsur-angsur menemukan
bahwa panca inderanya telah akrab dengan lingkungan. Bentuk-bentuk rasa senang
dan orangorang yang berkaitan dengan rasa senang itu, akan menjadi sama biasa
seperti rasa sangat tidak senang karena buang air besar. Oleh sebab itu,
prestasi sosial pertama bayi adalah kerelaannya membiarkan ibu hilang dari
pandangan tanpa kecemasan dan kemarahan, karena ibu sudah menjadi keastian
batin dan kehadirannya kembali sdah dapat dipastikan.
Dengan
demikian, bayi yang memiliki rasa percaya dalam dirinya cenderung untuk
memiliki rasa aman dan percaya diri untuk mengeksplorasi lingkungan yang baru.
Sebaliknya bayi yang memiliki rasa tidak percaya (mistrust) cenderung tidak
memiliki harapan-harapan positif.
·
Tahap
Otonomi dan Perasaan Malu dan Ragu-ragu (Otonomy vs shame and duobt)
Tahap ini
merupakan tahap perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi
dan masa baru pandai berjalan. Otonomi dibangun diatas perkembangan kemampuan
mental dan kemampuan motorik. Pada tahap ini, bayi tidak hanya dapat berjalan,
tetapi mereka juga dapat memanjat, membuka dan menutup, menjatuhkan, menolak
dan menarik, memegang dan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan prestasi ini
dan ingin melakukan segala sesuatu sendiri, apakah itu menyiram jamban, membuka
bungkusan paket, atau memutuskan apa yang akan dia makan. Selanjutnya, mereka
juga dapat belajar mengendalikan otot mereka dan dorongan keinginan diri mereka
sendiri.
Dengan
demikian, setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai
menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai
menyatakan rasa mandiri atau otonomi mereka. Mereka menyadari kemauan mereka.
Pada tahap ini, bila orang tua selalu memberikan dorongan kepada anak agar anak
dapat berdiri di atas kedua kaki mereka sendiri, sambil melatih kemampuan-kemampuan
mereka, maka anak kan mampu mengembangkan pengendalian atas otot, dorongan,
lingkungan, dan diri sendiri (otonom). Sebaliknya, jika orang tua cederung
menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak untuk menyelidiki
lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu yang berlebihan
tentang kemampuan mereka untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan dunia
mereka.
Erikson
yakin tahap otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu memiliki implikasi yang penting
bagi perkembangan kemandirian dan identitas selama masa remaja. Pengembangan
otonomi selama tahun-tahunn balita memberi remaja dorongan untuk menjadi
individu yang mandiri, yang dapat memiliki dan menentukan masa depan mereka
sendiri.
·
Tahap
Prakarsa dan rasa bersalah (Initiative vs Guilt)
Yaitu
tahap perkembangan psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun-tahun
prasekolah. Pada tahap ini, anak terlihat sangat aktif, suka berlari,
berkelahi, memanjat-manjat, dan suka menantang lingkungannya. Dengan
menggunakan bahasa, fantasi, dan permainan khayalan, dia memperoleh perasaan
harga diri. Bila orang tua berusaha memahami, menjawab pertanyaan anak, dan
menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati
apa yang dia inginkan, dan perasaan inisiatif menjadi semakin kuat. Sebaliknya,
bila orang tua kurang memahami, kurang sabar, suka memberi hukuman, dan
menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan anak tidak bermanfaat, maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan
untuk mengambil inisiatif untuk mendekati apa yang diinginkannya.
Masa pra
sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada
masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan
tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan
anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan
untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
Tahap
ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor
stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode
tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus
diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan
(inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain
merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap
tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa
memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan
sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat
mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya.
Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital
ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak
kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka
seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan
diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.
Ketidakpedulian
(ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini
terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu
minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu
apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau
karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang
menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan
demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode
mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah
akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition).
Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk
mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan
merasa terhindar dari suatu kesalahan.
Kecenderungan
atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir suatu
kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang
terjadi pada masa ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam
pengertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak
dengan memakai fantasinya sendiri untuk berperan menjadi seseorang yang berani.
Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan
oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya. Oleh karena itu,
rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa
keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan
pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
·
Tahap
kerajinan dan rasa redah diri (Industry vs Inferiority)
Tahap ini
merupakan tahap psikososial keempat yang berlangsung kira-kira pada tahun-tahun
sekolah dasar. Pada tahun ini, anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu
sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak mulai mengarahkan energi mereka
menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Alat-alat permainan
dan kegiatan bermain berangsur-angsur digantikan oleh perhatian pada
situasi-situasi produktif serta alat-alat yang dipakai untuk bekerja. Akan
tetapi, apabila anak tidak berhasil menguasai keterampilan dan tugas-tugas yang
dipilihnya atau oleh guru-guru dan orang tuanya, maka anak akan mengembangkan
perasaan rendah dirinya.
Masa
Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak
sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk
mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak
lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya
kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan
kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap
keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah
dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam
tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan
menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area
sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah,
sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong,
guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain
sebagainya.
·
Tahap
identitas dan kekacauan identitas (Identity vs identity confusion)
Tahap
identitas dan kekacauan identitas ini merupakan tahap psikososial yang kelima
yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja yaitu usia kira-kira 12-20
tahun. Tahap ini adalah tahap yang paling diberi penekanan oleh Erikson
karena tahap ini merupakan tahap peralihan dari masa anak-anak kemasa dewasa.
Peristiwa-peristiwa yang yang terjadi pada tahap ini sangat menentukan
perkembngan kepribadian masa dewasa.
Pada tahap
ini, anak dihadapkan degan pancarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu
perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik.
Ia mulai menyadari sifat-sifat yang melekat pada dirinya, seperti kesukaan dan
ketidaksukaannya, tujuan-tujuan yang diinginkan tercapai dimasa mendatang,
kekuatan dan hasrat untuk mengontrol kehidupannya sendiri, yang siap memasuki
suatu peran yang berati ditengah masyarakat, baik peran yang bersifat
menyesuaikan diri ditengah masyarakat, baik peran yang bersifat menyesuaiakan
diri maupun yang bersifat memperbaharui.
Akan
tetapi, karena peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa di
satu pihak dan karena kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis dipihak
lain, maka selama tahap pembentukan identitas ini seorang remaja mungkin
merasakan penderitaan paling dalam dibandingkan msa-masa lain akibat
kekacauan peranan ataupun kekacauan identitas. Bila krisis ini tidak segera
diatasi maka anak akan mengalami kebingungan peran atau kekecauan identitas,
yang dapat menyebabkan anak merasa terisolasi, cemas, hampa, dan bimbang.
Selama masa kekacauan identitas ini tingkah laku remaja tidak konsosten dan
tidak dapat diprediksikan. Pada satu saaat mungkin ia lebih tertutup terhadap
siapapun, karena takut ditolak atau dikecewakan. Namun pada saat lain ia
mungkin ingin menjadi pengikut ataupendinta dengan tidak memperdulikan
konsekuensi-konsekuensi dari komitmennya.
Berdasar
kondisi demikian, maka menurut Erikson salah satu tugas perkembangan selama
masa remaja adalah menyelesaikan krisis identitas, sehingga diharapkan
terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada akhir msa remaja.
·
Tahap
keintiman dan isolasi (intimacy vs isolation)
Tahap ini
dimuai sekitar umur 20-24 tahun yaitu masa awal dewasa. perkembangan
psikososial keenam yang dialami individu selama tahun-tahun awal masa dewasa.
Jika pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok
sebayanya, maka tugas perkembangan individu pada masa ini adalah membentuk
relasi intim dengan orang lain. Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya
menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan
jenis yang dicintai. Bahaya dari tidak tercapainya keintiman selama tahap ini
adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari berhubungan secara intim dengan
orang lain, kecuali dalam ingkup yang amat terbatas.
Keintiman
dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi
pengelaman dengan mereka. Orang yang tidak dapat mejalin hubungan intim dengan
orang lain akan terisolasi, menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini
merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa.
Pada masa dewasa ini, orang-orang telah siap dan igin menyatukan identitasnya
dengan orang lain. Mereka meenambakan hubungan-hubungan yang intim dan akrab
dilandasi dengan persaudaraan, serta siap mengembangkan daya-daya yang
idbutuhkan untuk memenuhi komitmen sekalipun mungkin mereka harus berkorban
untuk itu. Dalam suatu studi ditunjukkan bahwa hubungan intim mempunyai
pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis dan fisik seseorang,
Orang-orang yang mempunyai tempat unutk berbagi ide, perasaaan dan masalah,
mereka lebih bahagia dan lebih sehat dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki tempat untuk berbagi.
Periode
diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya
disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan
kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan
orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain.
Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila
seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi
dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi.
Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini
ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka
dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala
bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan
orang yang kita cintai/kekasih sekalipun. Sementara dari segi lain/malignansi
Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk
mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat,
selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari
kesendirian dan kesepian yang dirasakan.
Oleh sebab
itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang
guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta
berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan
lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak
hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua,
tetangga, sahabat, dan lain-lain.
·
Tahap
generativitas dan stagnasi (generativity vs stagnation)
Tahap ini
merupakan tahap psikososial ketujuh yang dialami individu selama pertengahan
masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang
dihasilkan (keturunan, ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan
garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Kepedulian seseorang terhadap
pengembangan generasi muda inilah yang diistilah oleh Erikson dengan
“generativitas” . Apabila generativitas ini lemah atau tidak diungkapkan, maka
kepribadian akan mundur, mengalami pemiskinan dan stagnasi.
Masa
dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh
orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood)
ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya
masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan
segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak,
sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan
individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam
ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk
mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila
pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai,
demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat
mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu
(generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah
perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi
yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap
memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata
stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan
dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
Maladaptif
yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tidak punya
waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah
penolakan, di mana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan
kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya ditengah-tengah area
kehiduannya kurang mendapat sambutan yang baik.
·
Tahap
integritas dan keputusasaan (integrity vs despair)
Tahap ini
merupakan tahap kedelapan yang dialami individu selama akhir masa dewasa.
Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang
setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide serta
setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan
kegagalan dalam kehidupannya. Integritas terjadi pada tahun-tahun terakhir
kehidupannya menoleh ke belakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan
dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan,
dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta menikmati hidup sebagai
yang berharga dan layak.
Lawan dari
integritas adalah keputus asaan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan
siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis,
ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. Kondisi ini daat memperburuk
perasaaan bahwa kehidupan ini tidak berarti, bahwa ajal sudah dekat dan
ketakutan akan kematian. Seseorang yang berhasil menangani masalah yang timbuk
pada setiap tahap kehidupan sebelumnya, maka dia akan mendapatkan erasaan yang
utuh atau integritas. Sebaliknya, seseorang tua yang meninjau kembali terhadap
kehidupannya silam dengan penuh penyesalan, menilai kehidupan sebagai
suatu rangkaian hilangnya kesemapatan dan kegagalan, maka pada tahu-tahun akhir
kehidupan ini merupakan tahun-tahun yang penuh dengan keputusasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar